Minggu, 25 Juli 2010

Perubahan Sosial Afrika Selatan

Selama ratusan tahun tidak ada bagian kehidupan di Afrika Selatan yang tidak diatur oleh pemisahan ras. Pada tahun 1910, Kesatuan Afrika Selatan didirikan dari empat daerah yaitu Cape, Natal, Transvaal dan Free State. Kesatuan ini adalah lebih kepada kesatuan kaum kulit putih dari segi hak dan kuasa politik. Manakala, penduduk kulit hitam dikesampingkan. Akibatnya, kaum kulit hitam menentang kesatuan ini. Walaupun terdapat penentangan yang hebat terhadap kerajaan berbentuk perkauman, Akta Tanah Pribumi (Natives Land Act) digubal pada tahun 1913. Akta ini menetapkan kawasan-kawasan penempatan yang dipanggil "homeland" yang dapat diduduki oleh kaum kulit hitam. Penempatan ini hanya merangkumi 13% kawasan di seluruh Afrika Selatan. Selain itu, lebih banyak akta diskriminasi digubal, seperti pemberian kerja yang memihak kepada kaum kulit putih. Pada 1930 an, diskriminasi perkauman menjadi semakin teruk akibat kebangkitan semangat nasionalisme di kalangan bangsa Afrikaner. Sementara itu, pihak pembangkang berkulit hitam pula melalui perubahan yang besar. Pada 1943, satu kumpulan belia yang lebih agresif dan komited melancarkan sayap baru yang dipanggil "ANC Youth League", yang talah melahirkan banyak tokoh-tokoh politik hebat seperti Nelson Mandela, Oliver Tambo dan Walter Sisulu.
Namun sejak 1948, setelah Perang Dunia ke-2, Partai Nasional de Boer memenangkan pemilihan umum dan membentuk pemerintahan minoritas kulit putih, sistem apartheid kemudian ditetapkan dalam undang-undang. Pada 1961, kerajaan NP dibawah pimpinan Perdana Menteri HF Verwoerd mengisytiharkan Afrika Selatan sebagai sebuah republik selepas memenangi pungutan suara rakyat kulit putih. Selepas itu kerajaan melancarkan segregasi secara besar-besaran dengan mengharamkan perkawinan berlainan bangsa dan menghendaki setiap rakyatnya mendaftar diri berdasarkan bangsa atau warna kulit.
Afrika Selatan kemudian dibagi. 80 persen wilayah negara itu dimiliki warga kulit putih. Sementara warga kulit hitam ditempatkan di wilayah termiskin yang disebut sebagai homelands atau tanah air. Mereka memiliki semacam pemerintahan administrasi mandiri. Mereka secara ekonomi, sosial dan politik dikucilkan. Pada tahun 1970 diberlakukan Undang-Undang Kewarganegaraan Tanah Air Bantu. Semua warga kulit hitam harus bertempat tinggal di "homeland", atau tanah air, suatu wilayah yang dihuni mayoritas kulit hitam Afrika. Warga homelands harus membawa paspornya untuk dapat meninggalkan wilayahnya.
Semakin besar jurang diskriminasi, semakin besar pula dorongan perlawanannya. Kongres Nasional Afrika (ANC), membentuk sayap bersenjata, yaitu Umkhonto we Sizwe (MK), yang berarti “Tombak Bangsa”. Dalam waktu 1,5 tahun, MK melancarkan sekitar 200 aksi sabotase. Pendirinya adalah Nelson Mandela, yang waktu itu sudah berjuang demi kesetaraan ras. Pada tahun 1959 Kongres Pan Afrika, PAN, memisahkan diri dari ANC. Bertolak belakang dengan ANC, PAN menolak semua bentuk kerja sama dengan kulit putih. ANC dan PAN resminya dilarang beroperasi. Namun kedua organisasi itu bergerak di bawah tanah. Dan tahun 1964 pimpinan oposisi seperti Nelson Mandela dan Walter Sisulu divonis hukuman penjara seumur hidup.
Pada tahun 1976, terjadi huru-hara di Soweto. Berawal dari aksi boikot sekolah, kemudian menjadi pertumpahan darah. Sekitar 500 hingga 1000 warga kulit hitam terbunuh dalam insiden itu. Ketika kerusuhan terjadi dan beberapa tahun setelahnya, banyak anak dan remaja yang ditangkap. Namun gerakan perlawanan tidak terhenti sampai di situ saja, dan penentang apartheid mendapatkan banyak dukungan di luar negeri.
Semakin banyak orang di Eropa yang memboikot barang-barang dari Afrika Selatan, dan sistem apartheid menjadi perhatian masyarakat sipil internasional. Gereja, organisasi pembela HAM, dan organisasi bantuan menyerukan boikot, yang disusul dengan konser solidaritas dan aksi pengumpulan massa. Nelson Mandela, pemimpin ANC yang dipenjara, menjadi tokoh simbol gerakan anti apartheid. Pada tahun 1988, 72 ribu orang berkumpul di Stadion Wembley di London, guna menghadiri konser musik solidaritas bertepatan dengan perayaan ulang tahun Mandela yang ke-70. Selain itu, hampir satu miliar orang di 60 negara mengikuti konser tersebut di televisi.
Masyarakat internasional kemudian mengurangi dukungan politiknya terhadap rezim apartheid. Bertahun-tahun lamanya Amerika Serikat dalam setiap resolusi di Dewan Keamanan PBB memblokir Afrika Selatan dan pada tahun 1976 diberlakukan konvensi anti apartheid.
Tekanan politis baik di Afrika Selatan mau pun di luar negeri semakin besar: Dan pada 1990, presiden Afrika Selatan waktu itu, Frederik Willem de Klerk, membebaskan Nelson Mandela dan beberapa tahanan politis lainnya. ANC dan PAN sah menjadi organisasi politik. Pada tahun 1994, Nelson Mandela terpilih sebagai presiden pertama Afrika Selatan versi baru.